TK di Desa
Sebagian besar kita sudah mengetahui bahwa potensi otak manusia itu
luar biasa. Tapi potensi itu tentu hanya tinggal potensi bila tidak dirangsang,
dikondisikan, dan diproses secara benar
sehingga mamapu mengaktualisasi dan mengaktivasi potensi otak itu berdasarkan
banyak penelitian mesti dimulai sejak usia dini. Bahkan untuk beberapa hal
malah dimulai pra lahir (sejak dalam kandungan)
Karena itu, mesti otak
manusia itu luar biasa tapi tidak dengan sendirinya setiap manusia menjadi
hebat luar biasa. Kehebatan luar biasa pada manusia itu hanya berbentuk sebatas
bahan dan potensi. “Your brain is like a sleeping giant”, kata Tony Buzan seperti yang dikutip oleh
Dryden dan Vos dalam The Learning Revolution (1994). Karena itu, otak
yang bagaikan raksasa tidur itu harus dibangunkan dan diberi tempat yang cukup
pupuk agar bisa tumbuh secara baik. Pertumbuhan otak pada anak berusia 4 tahun
biasanya baru mencapai 50%, dan ketika anak berusia 8 tahun mencapai 80%.
Pertumbuhan ini terjadi bila upaya mengaktivasi potensi otak berjalan secara
baik. Di sinilah kemudian para orang tua merasa berkepentingan agar anak-anak
di bawah usia sekolah (6-7 tahun) seyogyanya mengikuti proses bermain sambil
belajar dalam Taman Kanak-kanak (TK). Dan ternyata hasil penelitian menunjukan
bahwa anak-anak mengikuti TK prestasinya lebih baik dari pada anak-anak yang
tidak mengikuti TK.
Namun sayangnya, sering kita temukan konsep
dan pelaksanaan TK yang kurang tepat. Dan ketidak-tepatan ini bahayanya
kemudian didukung oleh sebagaian besar para orang tua. Kekurangtepatan itu,
misalnya, anak-anak di TK diajarkan
bagaimana membaca dan berhitung. Padahal konsep TK itu sebenarnya adalah
bermain. Karena itu semua aktivitas dilakukan dengan media bermain. Dengan
demikian tidak ada upaya kognitif atau direct teaching.
Sebaliknya,diperbanyak pengelolaan emosi melalui seni dan gerak (olah raga)
yang dibungkus dengan model bermain.
TK Sederhana
Anak-anak di desa, meskipun tidak bisa
mengikuti TK, bukan berarti mereka tidak pernah bermain. Mereka justru selalu
bermain. Model bermain anak-anak di desa bahkan relatif lebih kaya, yang
berakar dari berbagai permainan
tradisional. Demikian juga dalam hal kesenian dan olahraga. Kesenian
tradisional sangat kaya. Model olahraga tradisional juga kaya. Mereka terbiasa
bermain sambil bernyanyi dan berolahraga.
Jenis dan model kegiatan ini justru akan
memberikan modal kepada anak untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan emosional inilah
tampaknya yang mesti diberi porsi cukup banyak kepada anak sehingga anak nanti
diharapkan mampu melakukan kerja-kerja kreatif, mandiri, dan bisa menolong
dirinya sendiri. Juga bahkan bisa menolong orang lain.
Tradisi-tradisi seperti ini tidak hanya
tidak boleh tercabut dari akar-akar tradisionalnya, melainkan justru mesti
dipupuk dan diberi perhatian khusus serta diorganisir secara serius. Namun
bentuk perhatian dan organisasi itu lagi-lagi jangan sampai mengubah
sendi-sendi dasar yang telah menjadi tradisi mereka.
Karena itu, bentuk perhatian dan upaya
mengorganisasi anak-anak desa yang senang bermain itu adalah bisa berupa hanya
mendatangkan seorang yang telah ditraining untuk menjadi pendamping mereka.
Suasana, materi, dan model bermain tidak ada yang diubah. Demikian juga alat-alat
bermain. Paling-paling alat-alat bbermain mungkin bisa ditambah, baik jumlah
maupun model serta jenisnya. Tempat bisa di lapangan, masjid, gereja, rumah,
surau-surau atau di garasi mobil. Seorang pembimbing tutorpun tidak harus
diberi persyaratan yang macam-macam semisal harus S1, D2 dan lain-lain. Tutor
cukup seorang alumni SMU yang diberi sedikit latihan.
Dengan demikian, terbentuklah sebuah
TK sederhana yang murah meriah tapi
pasti disenangi anak-anak desa.
No comments:
Post a Comment