Translate

Monday, March 17, 2014

TK di Desa

TK di Desa
Sebagian besar kita sudah mengetahui bahwa potensi otak manusia itu luar biasa. Tapi potensi itu tentu hanya tinggal potensi bila tidak dirangsang, dikondisikan,  dan diproses secara benar sehingga mamapu mengaktualisasi dan mengaktivasi potensi otak itu berdasarkan banyak penelitian mesti dimulai sejak usia dini. Bahkan untuk beberapa hal malah dimulai pra lahir (sejak dalam kandungan)
Karena  itu, mesti otak manusia itu luar biasa tapi tidak dengan sendirinya setiap manusia menjadi hebat luar biasa. Kehebatan luar biasa pada manusia itu hanya berbentuk sebatas bahan dan potensi. “Your brain is like a sleeping giant”, kata Tony Buzan seperti yang dikutip oleh Dryden dan Vos dalam The Learning Revolution (1994). Karena itu, otak yang bagaikan raksasa tidur itu harus dibangunkan dan diberi tempat yang cukup pupuk agar bisa tumbuh secara baik. Pertumbuhan otak pada anak berusia 4 tahun biasanya baru mencapai 50%, dan ketika anak berusia 8 tahun mencapai 80%. Pertumbuhan ini terjadi bila upaya mengaktivasi potensi otak berjalan secara baik. Di sinilah kemudian para orang tua merasa berkepentingan agar anak-anak di bawah usia sekolah (6-7 tahun) seyogyanya mengikuti proses bermain sambil belajar dalam Taman Kanak-kanak (TK). Dan ternyata hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak mengikuti TK prestasinya lebih baik dari pada anak-anak yang tidak mengikuti TK.
Namun sayangnya, sering kita temukan konsep dan pelaksanaan TK yang kurang tepat. Dan ketidak-tepatan ini bahayanya kemudian didukung oleh sebagaian besar para orang tua. Kekurangtepatan itu, misalnya, anak-anak di TK diajarkan  bagaimana membaca dan berhitung. Padahal konsep TK itu sebenarnya adalah bermain. Karena itu semua aktivitas dilakukan dengan media bermain. Dengan demikian tidak ada upaya kognitif atau direct teaching. Sebaliknya,diperbanyak pengelolaan emosi melalui seni dan gerak (olah raga) yang dibungkus dengan model bermain.
TK Sederhana
Anak-anak di desa, meskipun tidak bisa mengikuti TK, bukan berarti mereka tidak pernah bermain. Mereka justru selalu bermain. Model bermain anak-anak di desa bahkan relatif lebih kaya, yang berakar  dari berbagai permainan tradisional. Demikian juga dalam hal kesenian dan olahraga. Kesenian tradisional sangat kaya. Model olahraga tradisional juga kaya. Mereka terbiasa bermain sambil bernyanyi dan berolahraga.
Jenis dan model kegiatan ini justru akan memberikan modal kepada anak untuk meningkatkan kecerdasan  emosionalnya. Kecerdasan emosional inilah tampaknya yang mesti diberi porsi cukup banyak kepada anak sehingga anak nanti diharapkan mampu melakukan kerja-kerja kreatif, mandiri, dan bisa menolong dirinya sendiri. Juga bahkan bisa menolong orang lain.
Tradisi-tradisi seperti ini tidak hanya tidak boleh tercabut dari akar-akar tradisionalnya, melainkan justru mesti dipupuk dan diberi perhatian khusus serta diorganisir secara serius. Namun bentuk perhatian dan organisasi itu lagi-lagi jangan sampai mengubah sendi-sendi dasar yang telah menjadi tradisi mereka.
Karena itu, bentuk perhatian dan upaya mengorganisasi anak-anak desa yang senang bermain itu adalah bisa berupa hanya mendatangkan seorang yang telah ditraining untuk menjadi pendamping mereka. Suasana, materi, dan model bermain tidak ada yang diubah. Demikian juga alat-alat bermain. Paling-paling alat-alat bbermain mungkin bisa ditambah, baik jumlah maupun model serta jenisnya. Tempat bisa di lapangan, masjid, gereja, rumah, surau-surau atau di garasi mobil. Seorang pembimbing tutorpun tidak harus diberi persyaratan yang macam-macam semisal harus S1, D2 dan lain-lain. Tutor cukup seorang alumni SMU yang diberi sedikit latihan.
Dengan demikian, terbentuklah sebuah TK  sederhana yang murah meriah tapi pasti disenangi anak-anak desa.

No comments:

Post a Comment