Translate

Thursday, October 24, 2013

Tafsir QS. Al-Mujadalah 11, Az-Zumar 22, dan Al-Imron 190 -191

Tafsir QS. Al-Mujadalah 11, Az-Zumar 22,
 dan Al-Imron 190 -191

 MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi yang diampu oleh:
Dalhari, M.HI

                                                                  Disusun Oleh :
Kelompok  3 :
1.     Anissa Noerrohmah     (3211113041)
2.     Asmaul Husna              (3211113044)
3.     Atik Adiana                 (3211113046)
4.     Didin Luskha Yuni      (3211113060)
                              
Kelas        : PAI 4_B
Jurusan   : Tarbiyah


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN TULUNGAGUNG
April 2013

A.    PENDAHULUAN
Manusia sebagai palaku dan sasaran pendidikan memiliki alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan dan keburukan. Alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati nurani, akal, ruh dan sir. Sedangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai keburukan adalah hawa nafsu syahwat dan amarah.[1]
Allah mewajibkan setiap orang muslim untuk mencari ilmu, Allah akan meninggikan derajat orang berilmu dan memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman. Allah memberikan penghargaan pada ilmu dan orang-orang yang berilmu. Ilmu itu teman akrab dalam kesepian, sahabat dalam keterasingan, pengawas dalam kesendirian, penunjuk jalan ke arah yang benar, penolong disaat sulit, dan simpanan setelah kematian. Begitu besarnya Allah memperhatikan Ilmu dan orang yang berilmu.
Muhhammad Abduh mengatakan bahwa dengan merenungkan penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam akan membawa manusia menyaksikan tentang keesaan Allah yaitu adanya aturan yang dibuat-Nya serta karunia dan berbagai manfaat yang terdapat di dalamnya.[2]
Dalam melaksanakan pendidikan kita memerlukan ketenangan hati sehingga kita mudah menyerap pengetahuan dan memahaminya. Ketenangan itu bisa diperoleh dengan dzikir mengingat Allah dan menyebut –nyebut nama dan keagungan-Nya, hati akan menjadi tenang, dan dengan ketenangan pikiran akan menjadi cerah, bahkan siap untuk memperoleh limpahan ilham dan bimbingan ilahi.
Sungguh celaka orang-orang yang tidak memanfaatkan masa hidupnya untuk terus  mencari ilmu. Karena dengan ilmu segalanya akan berjalan dengan baik. Orang yang berilmu lebih utama daripada orang yang berharta. Kemuliaan ilmu dan kebudayaan akan kekal abadi, terutama bagi orang yang berprofesi mengajar dan menulis. Sedangkan kemuliaan yang disebabkan oleh ketenaran dan kedudukan adalah bayang-bayang yang akan segera sirna dan fantasi yang palsu.
Maka dari itu ,dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang akan kami bahas berikut akan memuat penghargaan bagi ilmu dan orang-orang yang berilmu, serta kebodohan  adalah kejahatanyang terselubung.



B.     PEMBAHASAN
1.      Penghargaan Al-Qur’an terhadap Ilmu dan Orang Berilmu
a.      Surah Al-Mujadalah ayat 11
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
1)      Terjemah            : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[3]
2)      Mufradat            :
a.       تفسحوا  terambil dari kata فسح         : lapang
b.      مجالس bentuk jamak dari kata مجلس    : tempat duduk
c.       انشزوا terambil dari kata  نشوز             : tempat yang tinggi/berdiri
d.      يرفع terambil dari kata رفع                   : meninggikan
e.       الذين اوتوا العلم                                        : yang di beri pengetahuan
3)      Penafsiran surah Al-Mujadalah ayat 11
Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang menyangkut dalam suatu majlis. Allah berfirman; “ hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepada kamu” oleh siapapun “berlapang-lapanglah” yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat. Apabila diminta kepada kamu untuk melakukan itu, maka lapangkanlah tempat itu untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat yang lain atau untuk melakukan sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad , maka berdirilah dan bangkit lah Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.[4]
Kata تفسحوا dan افسحوا terambil dari kata فسح yakni lapang. Sedangkan kata انشزوا  terambil dari kata نشوز yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut mulanya berarti beralih ke tempat yang tingggi. Yang di maksud pindah ke tempat lain yakni untuk memberi kesempatan kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah, atau bangkit melakukan satu aktivitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah dari rumahNabi, jangan berlama-lama disana, karena boleh jadi ada peringatan Nabi saw yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.[5]
Kata مجالس   adalh bentuk jamak مجلس. Pada mulanya berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat  ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi yang di maksud disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk,tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. [6]
Al-Qurtubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk, asalkan pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan duduk. [7]
Ayat diatas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman.
Yang di maksud dengan ( اوتوا العلم   الذين ) yang di beri pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka denagn pengetahuan. Ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok:
a.       Sekedar beriman dan beramal saleh
b.      Beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat Kelompok ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang di sandangnya , melainkan juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan. Ilmu yang dimaksud, bukan saja ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.[8] 
4)      Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
a.    Tuntunan akhlak yang menyangkut perbuatan dalam satu majlis agar terjalin hubungan yang harmonis.
b.    Memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang di hormati dan yang lemah meskipun itu adalah seorang non muslim sekalipun.
Misal: dalam angkutan umum, bus, atau kereta api ada seorang tua non mmuslim yang berdiri dan tidak mendapat tempat duduk, jika Anda yang muda duduk maka wajar dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
c.    Jika dalam masjid, tidak diperkenankan meletakkan sajadah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain duduk di tempat itu.
d.   Ketika berada dalam suatu tempat dan ada beberapa orang baru hadir yang tidak mendapat tempat duduk, berdirilah dan persilahkan mereka untuk segera duduk. Karena Allah akan merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.
b.      Surah Az-Zumar ayat 22
`yJsùr& yyuŽŸ° ª!$# ¼çnuô|¹ ÉO»n=óM~Ï9 uqßgsù 4n?tã 9qçR `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4 ×@÷ƒuqsù ÏpuÅ¡»s)ù=Ïj9 Nåkæ5qè=è% `ÏiB ̍ø.ÏŒ «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré&
 Îû 9@»n=|Ê AûüÎ7B ÇËËÈ  
1)      Terjemah: “ Maka apakah orang-orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka kecelakaan bagi yang hatinya telah membatu terhadap dzikrullah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”[9]
2)      Mufrodat
yyuŽŸ°                           : Memperluas, melapangkan
¼çnuô|¹                      : Dadanya
Nåkæ5qè=è%puÅ¡»s)ù=Ïj9        : Bagi hatinya yang telah membeku
3)      Penafsiran surah Az-Zumar: 22
Ayat diatas menyatakan: Maka apakah orang-orang yang dilapangkan Allah dadanya untuk menerima agama Islam, maka dia berada di atas cahaya dari Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-nya. Apakah yang seperti itu keadaannya sama dengan orang-orang yang membatu hatinya, dan berjalan dalam kegelapan dan tidak mengetahui arah dan menolak memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah? Maka kecelakaan yang besar bagi yang membatu hati mereka terhadap dzikrullah yakni Al-Qur’an. Mereka itulah yang sungguh jauh kebejatannya berada dalam wadah kesesatan yang nyata tidak dapat mengelak darinya.[10]
Kata (شرح ) antara lain berarti: memperluas, melapangkan baik secara material maupun immaterial. Kalau kata tersebut dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat materia, maka ia juga berarti memotong/membedah, sedangkan bila dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat immaterial, maka ia mengandung arti membuka, memberi pemahaman, menganugerahkan ketenangan.[11]
Kalimat (شرح اللّه صدره)  yang berarti dilapangkan Allah dadanya adalah gambaran dari penerimaan iman dan Islam. Sedemikian banyaknya penerimaan, sehingga ia memerlukan wadah yang luas, dari sini keadaannya dilukiskan sebagai dilapangkan dadanya. Kalimat diatas dapat juga berarti memperjelas dan menerangkan dengan jalan melontarkan cahaya ke dalam hatinya, dan melalui jalan itu dia akan mengetahui kebenaran, dan akan menjadi jelas baginya jalan untuk meraihnya.[12]
Kata (شرح) yang digunakan untuk menjelaskan penerimaan Islam, mengisyaratkan betapa ajaran Islam membawa dampak yang menggembirakan penganutnya, serta menjadikannya mampu dengan hati yang lapang menanggung derita.[13]
Penerimaan itu atas dasar pengetahuan yang mantap tentang kebenaran dan petunjuk, karena itu ayat diatas melanjutkan dengan menyatakan “maka dia berada di atas cahaya dari Tuhannya”. Yakni dia bagaikan “mengendarai” cahaya sehingga mampu melihat kebenaran yang berjalan dalam dadanya yang amereka yang sesat yang tidak lapang dadanya sehingga tidak mampu menampung yang haq, tidak juga mengendarai cahaya dari Tuhannya.[14]
Kata (القا سية) terambil dari kata (قسوة) yaitu kekasaran/kekerasan. Ia pada mulanya digunakan untuk menyifati batu, lalu dikembangkan untuk menggambarkan sifat kalbu atau akal yang tidak bergeming menerima nasehat. Lawan dari sifat ini adalah kelembutan hati yang menjadikan pemiliknya selalu tenang dan cenderung menerima kebenaran.[15]
4)      Nilai-nilai Pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
Dalam melaksanakan pendidikan kita harus bisa menangkap dan memahami pengetahuan yang kita peroleh dari seorang pendidik, baik itu di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Dalam surah Az-Zumar ayat 22, Allah  melapangkan dada orang-orang yang berjalan di  jalan-Nya yang lurus.
Dada yang lapang dapat menampung aneka pengetahuan, disamping mampu menerima banyak dan aneka cobaan tanpa merasa sempit karena kelapangannya. Pemilik dada yang sempit tidak mampu menampung pengetahuan yang banyak, dan akan segera terpengaruh dengan hal-hal yang dirasakannya negatif.
Pada ayat ini Allah memberikan penghargaan pada ilmu dan orang yang berilmu. Allah memberikan orang yang berilmu kelapangan dada untuk menerima segala pengetahuan yang mereka terima.
2.      Kebodohan Adalah Kejahatan yang Terselubung
a.      Surah Al-Imron 190
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒU y Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ  
1)      Terjemah            :” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.[16]
2)      Mufrodat
È,ù=yzÎû        : Dalam penciptaan       @øŠ©9$#                  : Malam
Nºuq»yJ¡¡9$    : Langit                           $pk¨]9$#u                 : Siang
ÚöF{$#u       : Bumi                            M»tƒU y              : Terdapat tanda-tanda
#»n=ÏF÷z$#u      : Silih berganti                =»t6ø9F{$#Í<'rT[{     : bagi orang-orang yg berakal
3)      Penafsiran surat Al-Imron ayat 190
Hakikat ayat ini adalah mengundang manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit atau dalam pengaturan system kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya baik dalam masa, maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang-orang yang memiliki akal yang murrni.[17]
Kata (الالباب)al-albab adalah bentuk jamak dari (لب)lubb yaitu saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.[18]
        Ayat ini mirip dengan ayat 164 surat al-Baqarah,di sana bukti-bukti yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di langit dan di bumi, maka di sini penekanannya pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran, dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan Ilahi. Di sisi lain, ayat al-Baqarah 164, ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal (لَآيات لأولىالألبا ب) sedang pada ayat ini, setelah mereka berada pada tahap yang lebih tinggi, maka mereka juga telah mencapai kemurnianakal sehingga sangat wajar ayat ini ditutup dengan (لَآيات لأولىالألبا ب).[19]
        Ibnu Mardawih juga meriwayatkan melalui Atha’ bahwa suatu ketika dia bersama beberapa rekannya mengunjungi istri Nabi saw., Aisyah ra., untuk bertanya tentang peristiwa apa yang paling mengesankan beliau dari Rasul SAW. Aisyah menangis sambil berkata: ”semua yang beliau lakukan mengesankan.” (Kalau harus menyebut satu, maka) satu malam, yakni di malam giliranku beliau tidur berdampingan denganku, kulitnya menyentuh kulitku, lalu beliau bersabda :Wahai Aisyah, Izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku.” Aku berkata-jawab Aisyah: “Demi Allah, aku senang berada di sampingmu, tetapi aku senang juga engkau beribadah kepada Tuhanmu.” Maka beliau pergi berwudlu, tidak banyak air yang beliau gunakn, lalu berdiri melaksanakan shalat dan menangis hingga membasahi lantai, lalu berbaring dan menangis. Setelah itu Bilal datang untuk adzan shalat Subuh. Kata Aisyah lebih lanjut, “Bilal bertanya kepada Rasul saw., apa yang menjadikan beliau menangis, sedang Allah telah mengampini dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Rasul saw. menjawab: “Aduhai Bilal, apa yang dapat membendung tangisku padahal semalam Allah telah menurunkan kepadakuy ayat: Inna fi khalalq assamawati…., sungguh celaka siapa yang membaca tapi tidak memikirkannya.”[20]

4)      Nilai-nilai pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
Manusia dibekali akal oleh Allah agar mereka mau mempergunakan akalnya untuk berfikir dan beriman kepada Allah atas tanda-tanda yang telah diciptakan-Nya di dunia ini. Di dalam ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (ulul albab) adalah orang yang melakukan dua hal akal melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah), yaitu mengetahui, memahami dan menghayati bahwa di balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah swt.[21]
b.      Surah Al-Imron 191
tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  
1)      Terjemahan : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” [22]
2)      Mufrodat            :
قِيَامًا        : Berdiri                      جُنُوبِهِمْ : Keadaan berbaring
قُعُودًا      : Duduk                      بَاطِلًا  : Sia-sia
3)      Penafsiran surat Al-Imron ayat 191
Ayat ini menjelaskan sebagian dari ciri-ciri siapa yang dinamakan Ulul Albab, yang disebut pada ayat yang lalu (190). Mereka adalah orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang terus-menerus mengingat Allah, dengan ucapan, dan atau hati dalam seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, atau bagaimanapun dan merekamemikirkan tentang penciptaan, yakni kejadiandan sistem kerja langit dan bumi dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan: “Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan sia-sia, tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, atau lihat atau dengar dari keburukan atau kekurangan. Maha Suci Engkau dari semua itu. Itu adalah ulah, atau dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami kedalam siksa neraka maka periharalah kami dari siksa neraka.[23]
Di atas terlihat bahwa objek zikir adala Allah, sedang objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini berarti pengenalan kepeda Allah lebih didasarkan kepada kalbu, sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir, akal memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat dipahami sabda Rasulullah saw. Yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,
تفكرافى اخلق ولاتتفكروافى اخا لق
 “ Berpikirlah tentang makhluk Allah, dan jangan berpikir tentang Allah.”[24]
Nah, di sinilah letak kesalahan, bahkan letak bahaya. Di arena inilah jatuh tersungkur banyak “pemikir” ketika mereka menuntut kehadiran-Nyamelebihi kehadiran bukti-bukti wujud-Nya seperti kehadiran alam raya dan keteraturannya bahkan disanalah bergelimpangan korban orang-orang yang tidak puas dengan pengenalan rasa, atau yang mendesak meraih pengetahuan tentang Tuhan, melebihi informasi Tuhan sendiri.[25]
4)      Nilai-nilai pendidikan yang terkandung ( aspek tarbawi )
1.      Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2.      Akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan segala ciptaan Allah.
3.      Dalam belajar tidak diperbolehkan memikirkan Dzat Allah, karena manusia mempunyai keterbatasan dalam hal tersebut dan dikhawatirkan akan terjerumus dalam berpikir yang tidak  sesuai.
4.      Jika seseorang memiliki renungan, ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.
5.      Hendaknya manusia mempercayai bahwa semua penciptaan Alah tidak ada yang sia-sia.





C.    PENUTUP (KESIMPULAN)
1.      QS.Al-Mujadalah ayat 11 menerangkan tentang penghargaan pada orang yang berilmu Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan meninggikan derajat  orang-orang yang di beri ilmu. Kemuliaan dinia akhirat akan didapat oleh orang yang berilmu.
2.      QS. Az-Zumar ayat 22 menerangkan tentang kemuliaan Allah memberikan kelapangan dada pada umat muslim yang taat pada-Nya, sehingga umat muslim yang dilapangkan dadanya oleh Allah akan mudah menyerap ilmu yang diperolehnya, akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Dan orang yang hatinya sempit dan membatu akan sulit menerima pengetahuan.
3.      QS. Al-Imron ayat 190 menerangkan tentang  terdapatnya tanda-tanda kekuasaan Allah dalam pergantian siang dan malam yang silih berganti. Tanda-tanda itu bisa diketahui oleh orang yang memiliki akal yang murni atau yang memiliki ilmu. 
4.      QS. Al-Imron ayat 191 menerangkan tentang akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan segala ciptaan Allah, dengan begitu akanmengetahui bahwa Allah menciptakan itu semua tidak dengan sia-sia, pasti akan terdapat manfaat didalamnya. Maka celakalah manusia yang tidak menggunakan akalnya untuk berfikir tentang segala ciptaan dan  kekuasaan Allah

















DAFTAR RUJUKAN

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya, Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.2, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.12, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.14, Jakarta: Lentera Hati, 2002





[1]. Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hal. 137
[2]. Ibid
[3]. Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya, Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002, hal. 544
[4]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.14, Jakarta: Lentera Hati,       2002, hal. 77
[5].Ibid, hal. 78
[6].Ibid
[7].Ibid, hal. 79
[8].Ibid, hal. 80
[9].  Departemen Agama RI, Ibid, hal. 462
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.12, Jakarta: Lentera Hati,       2002, hal. 214-215
[11]. Ibid, hal. 215
[12]. Ibid
[13]. Ibid
[14].Ibid, hal. 216
[15].Ibid
[16]. Departemen Agama, Ibid, hal. 76
[17]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol. 2, Jakarta: Lentera Hati,       2002, hal. 306
[18]. Ibid
[19]. Ibid, hal. 307
[20]. Ibid, hal. 308
[21]. Ibid
[22]. Departemen Agama RI, Ibid, hal. 76
[23]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol. 2, Jakarta: Lentera Hati,       2002, hal. 308
[24]. Ibid, hal. 309
[25].Ibid, hal. 310

No comments:

Post a Comment