Tafsir QS. Al-Mujadalah
11, Az-Zumar 22,
dan Al-Imron 190 -191
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi yang diampu oleh:
Dalhari, M.HI
Disusun
Oleh :
Kelompok 3 :
1.
Anissa
Noerrohmah (3211113041)
2.
Asmaul Husna (3211113044)
3.
Atik Adiana (3211113046)
4.
Didin Luskha
Yuni (3211113060)
Kelas
: PAI 4_B
Jurusan
: Tarbiyah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
STAIN TULUNGAGUNG
April 2013
A.
PENDAHULUAN
Manusia sebagai palaku dan sasaran pendidikan
memiliki alat yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan dan keburukan. Alat
yang dapat digunakan untuk mencapai kebaikan adalah hati nurani, akal, ruh dan
sir. Sedangkan alat yang dapat digunakan untuk mencapai keburukan adalah hawa
nafsu syahwat dan amarah.[1]
Allah mewajibkan setiap orang muslim untuk mencari
ilmu, Allah akan meninggikan derajat orang berilmu dan
memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang sekedar beriman. Allah
memberikan penghargaan pada ilmu dan orang-orang yang berilmu. Ilmu itu teman
akrab dalam kesepian, sahabat dalam keterasingan, pengawas dalam kesendirian,
penunjuk jalan ke arah yang benar, penolong disaat sulit, dan simpanan setelah
kematian. Begitu besarnya Allah memperhatikan Ilmu dan orang yang berilmu.
Muhhammad Abduh mengatakan bahwa dengan merenungkan
penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam akan membawa manusia
menyaksikan tentang keesaan Allah yaitu adanya aturan yang dibuat-Nya serta
karunia dan berbagai manfaat yang terdapat di dalamnya.[2]
Dalam melaksanakan pendidikan kita memerlukan
ketenangan hati sehingga kita mudah menyerap pengetahuan dan memahaminya.
Ketenangan itu bisa diperoleh dengan dzikir mengingat Allah dan menyebut
–nyebut nama dan keagungan-Nya, hati akan menjadi tenang, dan dengan ketenangan
pikiran akan menjadi cerah, bahkan siap untuk memperoleh limpahan ilham dan
bimbingan ilahi.
Sungguh celaka orang-orang yang tidak memanfaatkan
masa hidupnya untuk terus mencari ilmu.
Karena dengan ilmu segalanya akan
berjalan dengan baik. Orang yang berilmu lebih utama daripada orang yang
berharta. Kemuliaan ilmu dan kebudayaan akan kekal abadi, terutama bagi orang
yang berprofesi mengajar dan menulis. Sedangkan kemuliaan yang disebabkan oleh
ketenaran dan kedudukan adalah bayang-bayang yang akan segera sirna dan fantasi
yang palsu.
Maka dari itu ,dalam ayat-ayat
Al-Qur’an yang akan kami bahas berikut akan memuat penghargaan bagi ilmu dan
orang-orang yang berilmu, serta kebodohan
adalah kejahatanyang terselubung.
B.
PEMBAHASAN
1.
Penghargaan
Al-Qur’an terhadap Ilmu dan Orang Berilmu
a.
Surah
Al-Mujadalah ayat 11
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
#sÎ)
@Ï%
öNä3s9
(#qßs¡¡xÿs?
Îû
ħÎ=»yfyJø9$#
(#qßs|¡øù$$sù
Ëx|¡øÿt
ª!$#
öNä3s9
( #sÎ)ur
@Ï%
(#râà±S$#
(#râà±S$$sù
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy
4 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÊÊÈ
1)
Terjemah : “Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[3]
2)
Mufradat :
a.
تفسحوا terambil dari kata فسح : lapang
b.
مجالس bentuk jamak dari kata مجلس : tempat
duduk
c.
انشزوا terambil dari kata نشوز : tempat yang tinggi/berdiri
d.
يرفع terambil dari kata رفع :
meninggikan
e.
الذين اوتوا العلم : yang
di beri pengetahuan
3)
Penafsiran
surah Al-Mujadalah ayat 11
Ayat di atas merupakan tuntunan akhlak yang
menyangkut dalam suatu majlis. Allah berfirman; “ hai orang-orang beriman,
apabila dikatakan kepada kamu” oleh siapapun “berlapang-lapanglah”
yakni berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk
memberi tempat orang lain dalam majlis-majlis yakni satu tempat. Apabila
diminta kepada kamu untuk melakukan itu, maka lapangkanlah tempat itu
untuk orang lain dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya
Allah akan melapangkan segala sesuatu buat kamu dalam hidup ini. Dan
apabila dikatakan berdirilah kamu ke tempat yang lain atau untuk melakukan
sesuatu seperti untuk shalat dan berjihad , maka berdirilah dan bangkit
lah Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai
yang memperkenankan tuntunan ini dan orang-orang yang di beri ilmu
pengetahuan beberapa derajat kemuliaan di dunia dan akhirat dan Allah
terhadap apa yang kamu kerjakan sekarang dan masa datang Maha
Mengetahui.[4]
Kata تفسحوا dan افسحوا terambil dari kata فسح yakni lapang.
Sedangkan kata انشزوا terambil dari kata نشوز yakni tempat
yang tinggi. Perintah tersebut mulanya berarti beralih ke tempat yang
tingggi. Yang di maksud pindah ke tempat lain yakni untuk memberi kesempatan
kepada yang lebih wajar duduk atau berada di tempat yang wajar pindah, atau
bangkit melakukan satu aktivitas positif. Ada juga yang memahaminya berdirilah
dari rumahNabi, jangan berlama-lama disana, karena boleh jadi ada peringatan
Nabi saw yang lain dan yang perlu segera beliau hadapi.[5]
Kata مجالس adalh bentuk jamak مجلس. Pada mulanya berarti tempat duduk.
Dalam konteks ayat ini adalah tempat
Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan agama ketika itu.Tetapi yang di maksud
disini adalah tempat keberadaan secara mutlak, baik tempat duduk,tempat
berdiri, atau bahkan tempat berbaring. [6]
Al-Qurtubi menulis bahwa
bisa saja seseorang mengirim pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya
tempat duduk, asalkan pembantu berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang
mengutusnya datang dan duduk. [7]
Ayat diatas tidak menyebut
secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi
menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang
sekedar beriman.
Yang di maksud dengan ( اوتوا العلم الذين ) yang
di beri pengetahuan adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka
denagn pengetahuan. Ayat diatas membagi kaum beriman kepada dua kelompok:
a. Sekedar beriman dan beramal saleh
b. Beriman dan beramal shaleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat Kelompok ini menjadi lebih tinggi, bukan saja
karena nilai ilmu yang di sandangnya , melainkan juga amal dan pengajarannya
kepada pihak lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan. Ilmu
yang dimaksud, bukan saja ilmu agama tetapi ilmu apapun yang bermanfaat.[8]
4)
Nilai-nilai
Pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
a.
Tuntunan akhlak
yang menyangkut perbuatan dalam satu majlis agar terjalin hubungan yang
harmonis.
b.
Memberi tempat
yang wajar serta mengalah kepada orang-orang yang di hormati dan yang lemah
meskipun itu adalah seorang non muslim sekalipun.
Misal:
dalam angkutan umum, bus, atau kereta api ada seorang tua non mmuslim yang
berdiri dan tidak mendapat tempat duduk, jika Anda yang muda duduk maka wajar
dan beradab jika Anda berdiri untuk memberinya tempat duduk.
c.
Jika dalam
masjid, tidak diperkenankan meletakkan sajadah atau semacamnya untuk
menghalangi orang lain duduk di tempat itu.
d.
Ketika berada
dalam suatu tempat dan ada beberapa orang baru hadir yang tidak mendapat tempat
duduk, berdirilah dan persilahkan mereka untuk segera duduk. Karena Allah akan
merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya.
b.
Surah
Az-Zumar ayat 22
`yJsùr&
yyu°
ª!$#
¼çnuô|¹
ÉO»n=óM~Ï9
uqßgsù
4n?tã
9qçR
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4 ×@÷uqsù
ÏpuÅ¡»s)ù=Ïj9
Nåkæ5qè=è%
`ÏiB
Ìø.Ï
«!$#
4 y7Í´¯»s9'ré&
Îû
9@»n=|Ê
AûüÎ7B
ÇËËÈ
1)
Terjemah: “ Maka apakah orang-orang
yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia
mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka
kecelakaan bagi yang hatinya telah membatu terhadap dzikrullah. Mereka itu
dalam kesesatan yang nyata.”[9]
2)
Mufrodat
yyu° :
Memperluas, melapangkan
¼çnuô|¹ : Dadanya
Nåkæ5qè=è%puÅ¡»s)ù=Ïj9 : Bagi hatinya yang telah membeku
3)
Penafsiran
surah Az-Zumar: 22
Ayat diatas menyatakan: Maka apakah
orang-orang yang dilapangkan Allah dadanya untuk menerima agama Islam,
maka dia berada di atas cahaya dari Tuhan Pemelihara dan Pembimbing-nya.
Apakah yang seperti itu keadaannya sama dengan orang-orang yang membatu
hatinya, dan berjalan dalam kegelapan dan tidak mengetahui arah dan menolak
memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah? Maka kecelakaan yang besar bagi
yang membatu hati mereka terhadap dzikrullah yakni Al-Qur’an. Mereka
itulah yang sungguh jauh kebejatannya berada dalam wadah kesesatan
yang nyata tidak dapat mengelak darinya.[10]
Kata (شرح ) antara
lain berarti: memperluas, melapangkan baik secara material maupun
immaterial. Kalau kata tersebut dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat materia,
maka ia juga berarti memotong/membedah, sedangkan bila dikaitkan dengan
sesuatu yang bersifat immaterial, maka ia mengandung arti membuka, memberi
pemahaman, menganugerahkan ketenangan.[11]
Kalimat (شرح اللّه
صدره) yang berarti dilapangkan Allah dadanya adalah
gambaran dari penerimaan iman dan Islam. Sedemikian banyaknya penerimaan,
sehingga ia memerlukan wadah yang luas, dari sini keadaannya dilukiskan sebagai
dilapangkan dadanya. Kalimat diatas dapat juga berarti memperjelas dan
menerangkan dengan jalan melontarkan cahaya ke dalam hatinya, dan melalui jalan
itu dia akan mengetahui kebenaran, dan akan menjadi jelas baginya jalan untuk
meraihnya.[12]
Kata (شرح) yang digunakan untuk menjelaskan
penerimaan Islam, mengisyaratkan betapa ajaran Islam membawa dampak yang
menggembirakan penganutnya, serta menjadikannya mampu dengan hati yang lapang
menanggung derita.[13]
Penerimaan itu atas dasar pengetahuan
yang mantap tentang kebenaran dan petunjuk, karena itu ayat diatas melanjutkan
dengan menyatakan “maka dia berada di atas cahaya dari Tuhannya”. Yakni
dia bagaikan “mengendarai” cahaya sehingga mampu melihat kebenaran yang
berjalan dalam dadanya yang amereka yang sesat yang tidak lapang dadanya
sehingga tidak mampu menampung yang haq, tidak juga mengendarai cahaya dari
Tuhannya.[14]
Kata (القا سية) terambil dari kata (قسوة) yaitu
kekasaran/kekerasan. Ia pada mulanya digunakan untuk menyifati batu, lalu
dikembangkan untuk menggambarkan sifat kalbu atau akal yang tidak bergeming
menerima nasehat. Lawan dari sifat ini adalah kelembutan hati yang menjadikan
pemiliknya selalu tenang dan cenderung menerima kebenaran.[15]
4)
Nilai-nilai
Pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
Dalam
melaksanakan pendidikan kita harus bisa menangkap dan memahami pengetahuan yang
kita peroleh dari seorang pendidik, baik itu di lingkungan sekolah, keluarga
maupun masyarakat. Dalam surah Az-Zumar ayat 22, Allah melapangkan dada orang-orang yang berjalan di jalan-Nya yang lurus.
Dada yang lapang dapat menampung aneka
pengetahuan, disamping mampu menerima banyak dan aneka cobaan tanpa merasa
sempit karena kelapangannya. Pemilik dada yang sempit tidak mampu menampung
pengetahuan yang banyak, dan akan segera terpengaruh dengan hal-hal yang
dirasakannya negatif.
Pada ayat ini Allah memberikan
penghargaan pada ilmu dan orang yang berilmu. Allah memberikan orang yang
berilmu kelapangan dada untuk menerima segala pengetahuan yang mereka terima.
2.
Kebodohan
Adalah Kejahatan yang Terselubung
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tU y
Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ
1)
Terjemah :” Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.[16]
2)
Mufrodat
È,ù=yzÎû : Dalam penciptaan @ø©9$# : Malam
Nºuq»yJ¡¡9$ :
Langit $pk¨]9$#u : Siang
ÚöF{$#u :
Bumi M»tU
y : Terdapat tanda-tanda
#»n=ÏF÷z$#u :
Silih berganti =»t6ø9F{$#Í<'rT[{ : bagi orang-orang yg berakal
3)
Penafsiran
surat Al-Imron ayat 190
Hakikat ayat ini adalah mengundang manusia untuk
berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian
benda-benda angkasa seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang
yang terdapat di langit atau dalam pengaturan system kerja langit yang
sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi dan porosnya,
yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya
baik dalam masa, maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda
kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang-orang yang
memiliki akal yang murrni.[17]
Kata (الالباب)al-albab adalah bentuk jamak dari (لب)lubb yaitu
saripati sesuatu. Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi
kacang dinamai lubb. Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang
murni, yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat
melahirkan kerancuan dalam berpikir. Yang merenungkan tentang fenomena alam
raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan
kekuasaan Allah swt.[18]
Ayat ini mirip dengan ayat 164 surat
al-Baqarah,di sana bukti-bukti yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di
langit dan di bumi, maka di sini penekanannya pada bukti-bukti yang terbentang
di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran,
dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan Ilahi. Di sisi
lain, ayat al-Baqarah 164, ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu
merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal (لَآيات
لأولىالألبا ب) sedang pada
ayat ini, setelah mereka berada pada tahap yang lebih tinggi, maka mereka juga
telah mencapai kemurnianakal sehingga sangat wajar ayat ini ditutup dengan (لَآيات لأولىالألبا ب).[19]
Ibnu Mardawih juga meriwayatkan melalui
Atha’ bahwa suatu ketika dia bersama beberapa rekannya mengunjungi istri Nabi
saw., Aisyah ra., untuk bertanya tentang peristiwa apa yang paling mengesankan
beliau dari Rasul SAW. Aisyah menangis sambil berkata: ”semua yang beliau
lakukan mengesankan.” (Kalau harus menyebut satu, maka) satu malam, yakni di
malam giliranku beliau tidur berdampingan denganku, kulitnya menyentuh kulitku,
lalu beliau bersabda :Wahai Aisyah, Izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku.”
Aku berkata-jawab Aisyah: “Demi Allah, aku senang berada di sampingmu, tetapi
aku senang juga engkau beribadah kepada Tuhanmu.” Maka beliau pergi berwudlu,
tidak banyak air yang beliau gunakn, lalu berdiri melaksanakan shalat dan
menangis hingga membasahi lantai, lalu berbaring dan menangis. Setelah itu
Bilal datang untuk adzan shalat Subuh. Kata Aisyah lebih lanjut, “Bilal
bertanya kepada Rasul saw., apa yang menjadikan beliau menangis, sedang Allah
telah mengampini dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Rasul saw. menjawab:
“Aduhai Bilal, apa yang dapat membendung tangisku padahal semalam Allah telah
menurunkan kepadakuy ayat: Inna fi khalalq assamawati…., sungguh
celaka siapa yang membaca tapi tidak memikirkannya.”[20]
4)
Nilai-nilai
pendidikan yang terkandung (aspek tarbawi)
Manusia dibekali akal oleh Allah agar mereka mau
mempergunakan akalnya untuk berfikir dan beriman kepada Allah atas tanda-tanda
yang telah diciptakan-Nya di dunia ini. Di dalam ayat tersebut terlihat bahwa
orang yang berakal (ulul albab) adalah orang yang melakukan dua hal akal
melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah) dan tafakkur,
memikirkan (ciptaan Allah), yaitu mengetahui, memahami dan menghayati bahwa di
balik fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya
Sang Pencipta, Allah swt.[21]
b.
Surah
Al-Imron 191
tûïÏ%©!$#
tbrãä.õt
©!$#
$VJ»uÏ%
#Yqãèè%ur
4n?tãur
öNÎgÎ/qãZã_
tbrã¤6xÿtGtur
Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
$uZ/u
$tB
|Mø)n=yz
#x»yd
WxÏÜ»t/
y7oY»ysö6ß
$oYÉ)sù
z>#xtã
Í$¨Z9$#
ÇÊÒÊÈ
1)
Terjemahan
: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.” [22]
2)
Mufrodat :
قِيَامًا : Berdiri جُنُوبِهِمْ : Keadaan berbaring
قُعُودًا : Duduk بَاطِلًا : Sia-sia
3)
Penafsiran
surat Al-Imron ayat 191
Ayat ini menjelaskan sebagian dari
ciri-ciri siapa yang dinamakan Ulul Albab, yang disebut pada ayat yang lalu
(190). Mereka adalah orang-orang baik lelaki maupun perempuan yang
terus-menerus mengingat Allah, dengan ucapan, dan atau hati dalam
seluruh situasi dan kondisi saat bekerja atau istirahat, sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring, atau bagaimanapun dan
merekamemikirkan tentang penciptaan, yakni kejadiandan sistem kerja langit
dan bumi dan setelah itu berkata sebagai kesimpulan: “Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan alam raya dan segala isinya ini dengan
sia-sia, tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami alami, atau lihat atau dengar
dari keburukan atau kekurangan. Maha Suci Engkau dari semua itu. Itu
adalah ulah, atau dosa dan kekurangan kami yang dapat menjerumuskan kami
kedalam siksa neraka maka periharalah kami dari siksa neraka.[23]
Di atas terlihat bahwa objek zikir adala Allah,
sedang objek pikir adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam. Ini
berarti pengenalan kepeda Allah lebih didasarkan kepada kalbu, sedang
pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir, akal memiliki
kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki
keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, karena itu dapat dipahami sabda
Rasulullah saw. Yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas,
تفكرافى اخلق
ولاتتفكروافى اخا لق
“ Berpikirlah tentang makhluk Allah, dan
jangan berpikir tentang Allah.”[24]
Nah, di sinilah letak kesalahan, bahkan letak
bahaya. Di arena inilah jatuh tersungkur banyak “pemikir” ketika mereka
menuntut kehadiran-Nyamelebihi kehadiran bukti-bukti wujud-Nya seperti
kehadiran alam raya dan keteraturannya bahkan disanalah bergelimpangan korban
orang-orang yang tidak puas dengan pengenalan rasa, atau yang mendesak meraih
pengetahuan tentang Tuhan, melebihi informasi Tuhan sendiri.[25]
4)
Nilai-nilai
pendidikan yang terkandung ( aspek tarbawi )
1.
Menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
2.
Akal manusia
hendaknya digunakan untuk memikirkan, menganalisa, dan menafsirkan segala
ciptaan Allah.
3.
Dalam belajar
tidak diperbolehkan memikirkan Dzat Allah, karena manusia mempunyai
keterbatasan dalam hal tersebut dan dikhawatirkan akan terjerumus dalam
berpikir yang tidak sesuai.
4.
Jika seseorang
memiliki renungan, ia memiliki pelajaran dalam segala perkara.
5.
Hendaknya
manusia mempercayai bahwa semua penciptaan Alah tidak ada yang sia-sia.
C.
PENUTUP
(KESIMPULAN)
1.
QS.Al-Mujadalah
ayat 11 menerangkan tentang penghargaan pada orang yang berilmu Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan meninggikan
derajat orang-orang yang di beri ilmu.
Kemuliaan dinia akhirat akan didapat oleh orang yang berilmu.
2.
QS. Az-Zumar
ayat 22 menerangkan tentang kemuliaan Allah memberikan kelapangan dada pada
umat muslim yang taat pada-Nya, sehingga umat muslim yang dilapangkan dadanya
oleh Allah akan mudah menyerap ilmu yang diperolehnya, akan bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain. Dan orang yang hatinya sempit dan membatu akan sulit
menerima pengetahuan.
3.
QS. Al-Imron
ayat 190 menerangkan tentang terdapatnya
tanda-tanda kekuasaan Allah dalam pergantian siang dan malam yang silih
berganti. Tanda-tanda itu bisa diketahui oleh orang yang memiliki akal yang
murni atau yang memiliki ilmu.
4.
QS. Al-Imron
ayat 191 menerangkan tentang akal manusia hendaknya digunakan untuk memikirkan,
menganalisa, dan menafsirkan segala ciptaan Allah, dengan begitu akanmengetahui
bahwa Allah menciptakan itu semua tidak dengan sia-sia, pasti akan terdapat
manfaat didalamnya. Maka celakalah manusia yang tidak menggunakan akalnya untuk
berfikir tentang segala ciptaan dan
kekuasaan Allah
DAFTAR RUJUKAN
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya,
Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.2,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.12,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
Shihab,
M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.14,
Jakarta: Lentera Hati, 2002
[1]. Abuddin Nata, Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hal. 137
[2]. Ibid
[3]. Departemen
Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnnya, Jakarta: CV. Darus Sunnah, 2002,
hal. 544
[4]. M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.14,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, hal.
77
[5].Ibid, hal. 78
[6].Ibid
[7].Ibid, hal. 79
[8].Ibid, hal. 80
[9].
Departemen Agama RI, Ibid, hal. 462
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol.12, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, hal. 214-215
[11]. Ibid, hal. 215
[12]. Ibid
[13]. Ibid
[14].Ibid, hal. 216
[15].Ibid
[16]. Departemen Agama, Ibid, hal.
76
[17]. M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol. 2, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, hal. 306
[18]. Ibid
[19]. Ibid, hal. 307
[20]. Ibid, hal. 308
[21]. Ibid
[22]. Departemen Agama RI, Ibid, hal.
76
[23]. M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah: pesan,kesan,dan keserasian Al-Qur’an vol. 2, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, hal. 308
[24]. Ibid, hal. 309
[25].Ibid, hal. 310
No comments:
Post a Comment